“Laailaha Illallah” adalah susunan kata yang tidak asing lagi bagi
segenap orang khususnya kaum muslimin. Sebuah kalimat yang tidaklah
sulit diucapkan, bahkan anak yang baru mengenal abjad pun dengan mudah
dapat melafadzkannya. Setiap hari, bahkan setiap saat kalimat tersebut
dapat kita dengarkan, bergema dari seluruh penjuru dan pelosok dunia.
Namun
pernahkah kita merenungkan kembali bahwa dibalik kemasyhuran dan
ketenaran tersebut tersimpan makna yang sangat dalam? Ataukah memang
kebekuan hati dan kelalaian jiwa ini telah menyulap semua itu yang tak
lain hanyalah sebuah untaian yang tak lebih dari kicauan burung?
Tidakah
kita menyadari betapa para Utusan Sang Pencipta alam semesta telah
mengukir sejarah dengan darah dan keringat mereka untuk menyuarakan
kalimat tersebut? Lupakah kita akan runtuhnya peradaban-peradaban
raksasa paganis kuno yang menguasai timur dan barat hanya dengan
semboyan kalimat tersebut? Dan bukankah dengan kalimat tersebut manusia
kembali meraih status mulianya sebagai ciptaan Allah yang paling
sempurna yang sebelumnya lebih hina dari binatang?
Tentu pertanyaan-pertanyaan semacam
ini tujuannya bukanlah mengharapkan jawaban yang kebenarannya akan
dinilai seratus oleh sang guru agama, akan tetapi marilah kita kembali
bersama-sama merenung, membuka cakrawala pikiran kita, serta kembali
sadar sesuatu yang sangat mendasar dalam kehidupan beragama kita
nampaknya telah buram dan kusut bahkan mungkin saja sudah terkikis.
Diantara
sekian banyak orang yang mengaku muslim, hanya segolongan kecil saja
yang mampu memperlihatkan tanda-tanda keislaman hakiki dalam hidupnya,
penyebabnya bisa bermacam-macam, diantaranya: minimnya pendidikan agama,
faktor lingkungan yang tidak mendukung, Islam simbolisasi atau Islam
keturunan, kurang perduli terhadap agama dan lain sebagainya.
Apapun
alasannya, kita tidak bisa menghindar dari kewajiban untuk mengetahui
dan memahami agama ini dengar benar sesuai dengan apa yang diajarkan
Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam dan para Sahabatnya.
Tapi
mungkin saja timbul pertanyaan baru dalam benak kita, adakah ajaran
Islam yang tidak sesuai dengan ajaran Rasullah? lalu bagaimana
mengetahui Islam yang sebenarnya? Dalam hal ini, semua orang yang
menawarkan Islam akan mengakui bahwa islam yang disampaikannya adalah
benar, terlepas dari latar belakang semua itu tidak ada salahnya jika
kita menggunakan pendekatan logika sederhana. Kalau tukang roti berbeda
dengan seorang mekanik mengenai penamaan sebuah onderdil mesin,
kira-kira siapa yang lebih benar diantara mereka berdua? Tentu jawaban
orang sehat mengatakan yang benar adalah sang Mekanik.
Pendekatan
diatas tidak terlalu jauh berbeda dengan selektifitas ajaran Islam yang
benar. Tentu orang yang menyampaikan ajaran Islam yang benar memiliki
beberapa karakter antara lain:
- Perkataannya selalu merujuk pada asal ajaran Islam (al-Quran dan Sunnah Sahihah).
- Perbuatannya tidak menyelisihi perkataannya.
- Akhlaknya selalu mencerminkan nilai-nilai ajaran Islam.
- Tidak mengatakan sesuatu diluar pengetahuannya.
- Mengajak kepada Islam semata-mata atas dorongan tanggung jawab dan keikhlasan.
Sudah
merupakan kaidah umum, dimana apabila kita ingin mendirikan sebuah
bangunan yang kokoh maka pertama-tama yang harus dipermantap adalah
pondasi bangunan tersebut. Bertolak dari kaidah ini maka kita memahami
Islam sebagai tonggak hidup haruslah berawal dari asasnya yang sering
kita dengar dengan sebutan “Akidah”.
Adapun
rangka dari Akidah sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Rasulullah
Sallallahu Alaihi Wasallam dalam sebuah hadits-Nya. Yang artinya:
“Islam
dibangun diatas lima asas: Mengikrarkan bahwa tiada tuhan (yang berhak
disembah) kecuali Allah, dan Muhammad adalah Rasul Allah, mendirikan
shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan serta naik haji
bila mampu”.
Salah satu point
utama yang disebutkan dalam hadits ini, berikrar dengan mengucapkan Dua
kalimat syahadat “Laialaha Illallah Muhammadarrasulullah”, namun karena
kedua kalimat syahadat ini masing-masing mempunyai konsekuwensi dan
pembahasan tersendiri, maka tak ada salahnya bila dalam kesempatan ini
kita mencoba mengupas makna serta kan dungan dari kalimat pertama
”Lailaha Illallah” dengan memohon taufik Allah Azza Wajalla.
Pengertian “Laailaha Illallah”
Telah
kita singgung sebelumnya mengenai makna “Lailaha Illallah” bahwa tiada
Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Allah Ta`ala. Namun demikian,
dalam memaknai kalimat Lailaha Illallah ternyata tidak sedikit orang
yang keliru dan kurang jeli sehingga melahirkan pengertian yang kurang
pas. Diantaranya dengan mengatakan “Tiada tuhan kecuali Allah”. Tentu
pengertian ini tidak berbeda dengan ”Allah itu adalah Tuhan dan Tuhan
itu adalah Allah”. Secara sepintas memang diagnosa penyakitnya tidak
jelas, tapi coba kita kembali menyimak firman Allah Azza Wajalla dalam
Surat Yusuf yang artinya: “Wahai kedua penghuni penjara! Manakah yang
lebih baik tuhan-tuhan yang bermacam-macam ataukah Allah Yang Esa lagi
Maha Perkasa?” Surah al-Kahfi: “Mereka itu kaum kami yang telah
menjadikan tuhan-tuhan (untuk disembah) selain Dia (Allah Ta`ala)”. Dan
ayat-ayat serupa yang menjelaskan tentang adanya tuhan-tuhan yang
dijadikan sesembahan selain Allah didunia ini. Dari Ayat-ayat tersebut
dijelaskan tentang keberadaan tuhan-tuhan yang di sembah didunia, baik
itu berupa benda hidup ataupun benda mati. Sebagai seorang muslim sejati
yang yakin terhadap keesaan Allah Ta`ala tentu menolak mentah-mentah
kalau tuhan-tuhan yang banyak tersebut tak lain adalah Allah Ta`alah
Yang kita sembah –maha suci Allah dari semua itu.
Rukun “Lailaha Illallah”
Memang,
kalimat “Lailaha Illallah” mempunyai dua rukun; menafikan dan
menetapakan. Namun, menafikan disini bukan menafikan keberadaan
tuhan-tuhan tersebut akan tetapi menafikan hak sesembahan terhadap
mereka, akan tetapi yang pantas dan berhak disembah semata-mata hanya
Allah Subhanahu Wata`ala, sebagaimana yang dipertegas dalam rukun
menetapkan (menetapkan hak sesembahan hanya kepada Allah Ta`ala) Wallahu
Ta`ala A`lam.
Dalam hal
keyakinan sedikitpun kita tidak boleh salah langkah sehingga sengaja
atau tidak telah membuka celah bagi musuh-musuh Islam untuk menebarkan
syubhat-syubhat mereka.
Syarat-syarat “Lailaha Illallah”
Ketika
salah seorang ulama ditanya: “Bukankah kalimat “Lailaha Illallah”
adalah kunci surga?” Sang Alim menjawab: Betul sekali, akan tetapi yang
namanya kunci tentu memiliki gigi (mata kunci), jika engkau membuka
pintu dengan kunci yang bergigi lengkap niscaya pintunya akan terbuka,
begitupun sebaliknya.
Ketika Hasan
al-Bashri ditanya mengenai sebuah Hadits yang artinya: “barang siapa
yang mengucapkan Lailaha Illallah masuk surga” , Beliau berkata: “Siapa
mengucapkannya dengan melaksanakan segala tuntutannya maka dia masuk
surga.”
Inginkah Kita Masuk Surga ???
Jangankan
masuk Surga yang kenikmatan dan keindahannya tiada banding, tidak
pernah disaksikan oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, bahkan
tidak terlintas dalam khayalan manusia. Masuk atau bergabung dalam
sebuah instansi saja tidak langsung masuk begitu saja, akan tetapi
terlebih dahulu melalui beberapa tahap, bahkan harus dengan memenuhi
setumpuk persyaratan.
Namun sekali
lagi Allah Ta`ala menunjukan kasih sayang terhadap hambaNya dengan
memberikan syarat-syarat yang mudah untuk meraih janji-Nya yang sama
sekali tidak bisa dibandingkan dengan dunia dan seisinya.
Seperti
yang telah disinggung diatas, bahwa kunci surga itu adalah “Lailaha
Illallah” akan tetapi harus digunakan dengan gigi kunci yang lengkap
tentunya. Gigi kunci yang dimaksud adalah Syarat-syarat “Lailaha
Illallah”.
Syarat-syarat tersebut adalah:
Ilmu,
kalimat Lailaha Illallah tidak cukup hanya dibibir saja, akan tetapi
harus betul-betul dipahami makna dan kandungannya, hal itu ditegaskan
oleh Allah dalam firman-Nya, yang artinya: “Maka ketahuilah bahwa
sungguh tiada Tuhan Yang berhak disembah selain Allah”.
Yakin,
mengucapkan “Lailaha Illallah” harus disertai dengan penuh keyakinan
tanpa keraguan sedikitpun. Hal itu dapat kita pahami dari firman Allah ,
Yang artinya: “Sungguh orang-orang mukmin adalah mereka yang beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya lalu mereka sedikitpun tidak ragu dengan
keimanan itu”.
Menerima, ucapan
“Lailaha Illallah” harus disertai dengan kesiapan menerima dengan hati
dan lisan segala konsekuensi dari kalimat tersebut. Siapa yang menolak
sesuatu dari tuntutan kalimat tersebut karena sombong atau dengki maka
kalimat itu sama sekali tidak bermanfaat baginya.
Ketundukan
dan kepatuhan melaksanakan segala tuntutan kalimat tersebut dengan
segenap kemampuan, dalam firmannya Allah telah mengisyaratkan hal
tersebut, yang artinya: “Dan barang siapa berserah diri kepada Allah,
sedang dia orang yang berbuat baik sungguh dia telah berpegang pada
buhul (tali) yang kokoh”.
Jujur,
dimana hendaknya keyakinan dan sikap kita terhadap kandungan kalimat
tersebut selalu nampak dalam tiap tingkah laku serta pembenaran dengan
hati selalu sesuai dengan ucapan kita. Allah berfirman yang artinya:
“Dan sungguh kami telah menguji orang-orang sebelum mereka , maka Allah
pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang
yang dusta”.
Ikhlas, perlu
diketahui bersama bahwa penyandang kalimat “Lailaha Illallah” sangat
berpantangan dengan yang namanya syirik, riya` (ingin selalu dilihat dan
dipuji), segala amal perbuatannya semata-mata mengharapkan ridha Allah
Ta`ala. Allah kembali menegaskan dalam firman-Nya, yang artinya: “Maka
sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepadanya”.
Cinta,
orang yang meyakini Kalimat “Lailaha Illallah” wajib memiliki rasa
cinta terhadap kalimat tersebut serta mencintai segala sesuatu yang
berkaitan dengan-nya dan membenci semua yang dapat membatalkannya. Allah
berfirman, yang artinya: “Dan orang-orang yang beriman sangat cinta
kepada Allah Ta`ala”.
Jika kita
telah mampu merangkai ketujuh syarat tersebut menjadi sebuah mata kunci,
maka itu berarti kita telah siap menjadi penghuni surga. Tidak perlu
repot mengisi formulir, tidak perlu menyiapkan pas foto sekian kali
sekian, tidak perlu tanda tangan dari ketua RT, ataupun RW. Tidak perlu
bayar uang yang tak jelas, cukup dengan keinginan, kesadaran,
kesungguhan, kesabaran maka kunci pintu perumahan surga siap menanti
tentunya dengan Rahmat Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah)
selain-Nya.
0 komentar:
Posting Komentar