Minggu, 03 Juni 2012

Metode Salaf Dalam Menuntut Ilmu

0 komentar
Setiap kita sebagai seorang muslim dituntut untuk senantiasa mempelajari agama ini. Sebab Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, yang artinya:
“Menuntut ilmu adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Maksud dari kata-kata (العلم) ”Ilmu” yang terdapat di dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah bukanlah ilmu-ilmu yang bersifat keduniawian, melainkan ilmu agama. Sebagaimana yang dikatakan oleh imam Ibnu Hajar Al-Asqalani :
“Dan yang dimaksud dengan ilmu adalah ilmu syar’i” (lihat Fathul Baari I : 170).
Sedangkan ilmu-ilmu lain selain ilmu syar’i merupakan ilmu alat yang dianjurkan bagi seorang muslim untuk mempelajarinya. Bahkan hukum mempelajarinya menjadi wajib apabila keahlian tersebut tidak ada yang menekuninya.
Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu pernah mengatakan bahwa kebenaran tanpa disertai oleh sistem dan strategi yang rapih akan dikalahkan oleh kebatilan yang dilakukan dengan menggunakan strategi yang sistematis. Demikian pula dalam proses belajar, tentunya memerlukan strategi dan metode yang baik. Karena sebesar apa pun tenaga yang kita curahkan dan berapa pun materi yang telah kita belanjakan, jika tidak dibarengi dengan metode yang bagus, maka tujuan yang diharapkan sulit untuk tercapai.
Dan di antara strategi dalam belajar tersebut adalah:
1. Niat yang Ikhlas hanya kepada Allah
Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Tidaklah mereka diperintahkan kecuali untuk menyembah Allah dengan ikhlas kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus …” (Q.S. Al Bayyinah: 5)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya amalan-amalan itu dengan niat (tergantung pada niat) dan sesungguhnya seseorang diberikan ganjaran sesuai dengan niatnya ....” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Oleh sebab itu tidaklah pantas bagi seorang penuntut ilmu syar’i, melalui ilmu yang ia miliki, ia mengharapkan kedudukan, martabat dimasyarakat, ataupun untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, yang artinya: “Barang siapa yang menuntut ilmu agama, yang mana hal tersebut (seharusnya) dituntut hanya untuk mengharapkan wajah Allah, namun ia melakukannya hanya untuk tujuan keduniaan belaka, maka di hari kiamat kelak ia tidak akan dapat mencium wangi syurga” (H.R. Ibnu Majah, Ahmad, dan Abu Daud)
Imam Al-Khatib Al-Bagdadi berkata: “Wajib bagi setiap penuntut ilmu agama untuk mengikhlaskan niatnya dalam menuntut ilmu, dan menjadikan tujuannya tersebut hanya mengharapkan wajah Allah.”
2. Mengikuti Sunnah dan Mengamalkannya
Allah Shubhaanahu Wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Apa yang diberikan oleh rasul, terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah” (Q.S. Al-Hasyr : 7).
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, yang artinya:
“Saya telah meninggalkan kepada kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat selama kalian memegang teguh kedua perkara tersebut (yaitu) Kitabullah (Al-Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya” (H.R. Malik).
3. Bertahap dalam Menuntut Ilmu
Kebanyakan dari para ulama salaf memulai pelajaran mereka dengan belajar adab. Dan sementara mereka mempelajari adab, mereka menghafal Al Qur’an, baru kemudian dilanjutkan dengan mempelajari bidang-bidang ilmu lainnya.
Abdullah bin Mubarak berkata: “Saya mempelajari adab selama 30 tahun dan saya mempelajari ilmu (agama) selama 20 tahun, dan mereka (para ulama salaf) memulai pelajaran mereka dengan mempelajari adab terlebih dahulu sebelum mempelajari ilmu."
Dan kebanyakan dari para ulama salaf telah mengajarkan adab kepada anak-anak mereka sejak kecil. Dan mengajarkan mereka untuk menghafal Al-Quran, tulis menulis, dan berakhlaq yang mulia. Apabila mereka telah di anggap beradab, barulah mereka diikutkan dalam majelis-majelis ilmu, berkata Sufyan bin Said Ats- Tsaury: “Tidaklah mereka (para ulama salaf) mengirim anak-anak mereka untuk menuntut ilmu (agama) kecuali mereka telah beradab dan beribadah selama 20 tahun”.
4. Bersemangat dalam Menuntut Ilmu
Telah banyak riwayat yang menceritakan semangat para salafus shaleh dalam menuntut ilmu dan bagaimana mereka menjaga semangat tersebut agar tidak luntur. Bahkan terkadang mereka berlari-lari untuk menghadiri majelis-majelis ilmu tersebut, seperti yang dikatakan oleh Syu’bah bin Hajjaj:
“Tidaklah saya melihat seorang pun yang berlari, kecuali saya katakan, kalaulah ia bukan orang gila, (maka) dia adalah seorang penuntut ilmu”.
Akan tetapi hal yang terpenting yang harus diperhatikan oleh setiap penuntut ilmu agama adalah hendaknya ia mengambil ilmu agama tersebut dari orang yang benar-benar mengetahui tentang ilmu agama tersebut, bukan dari orang yang lemah hafalannya. Berkata Imam Muhammad bin Siriin: “Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka perhatikanlah dari siapa engkau mengambil agamamu tersebut”, diriwayat lainnya beliau katakan: “Dulunya mereka (para ulama salaf) tidak bertanya tentang isnad (orang yang meriwayatkan hadits) namun setelah terjadi fitnah, maka mereka mulai bertanya: “Dari siapa kamu mendengarkan hadits tersebut ?”
(H.R. Muslim).

HAL-HAL PENGOKOH ILMU
1. Pemahaman yang Baik
Al-Khatib Al-Bagdadi berkata: “Ilmu adalah pemahaman dan pengetahuan, bukanlah banyak dan luasnya pengetahuan tentang riwayat”.
Ibnu Abdil Barr berkata: ”Dan yang menjadi kesepakatan fuqahaa’ (ahli-ahli fiqh) dan para ulama adalah membenci memperbanyak riwayat tanpa adanya pemahaman dan ketelitian”.
2. Menghafal dan Mengamalkannya
Imam Ahlus Sunnah Ahmad bin Hanbal berkata: ”Tidaklah sampai satu hadits pun kepadaku kecuali saya telah beramal dengannya. Dan tidaklah saya beramal dengannya kecuali saya telah menghafalnya”.
Waki’ bin Jarrah berkata: ”Apabila kalian ingin menghafal hadits, maka beramallah dengannya”.
3. Mengulang-ulangi Hafalan bersama dengan Guru atau Teman
Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhuma berkata: ”Dulu ketika kami berada di dekat Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam, kami mendengarkan hadits-hadits dari beliau. Apabila kami berdiri (telah bubar dari majelis bersama Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam) kami mengulang-ulang hafalan hadits tersebut sesama kami, sampai kami menghafalnya”.
Imam Al-Khatib Al-Bagdadi berkata: “Sebaik-baik mudzakarah (mengulang-ulang pelajaran) adalah di waktu malam. Ada sekelompok orang salaf memulai mudzakarah mereka dari Isya dan bisa jadi mereka tidak berdiri hingga mereka mendengarkan adzan shubuh”.
4. Bersabar dalam Menuntut Ilmu Agama
Telah banyak riwayat yang menjelaskan bagaimana para ulama salaf bersabar dalam menuntut ilmu. Bahkan terkadang mereka harus menempuh perjalanan satu bulan untuk mendapatkan satu hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam.
Oleh sebab itu para ulama salaf telah mewasiatkan kepada murid-muridnya untuk senantiasa bersabar dan menghindari sifat tergesa-gesa dalam menuntut ilmu. Berkata Imam Az Zuhri: ”Barangsiapa yang menuntut ilmu dalam jumlah banyak maka ilmu itu akan hilang dalam jumlah banyak pula. Akan tetapi hendaknya ia mengambil ilmu tersebut (sedikit demi sedikit) satu hadits kemudian dua hadits”.
Adapun salah satu wasilah atau perantara untuk mendapatkan ilmu tersebut adalah penguasaan bahasa Arab, karena bahasa ini ibarat gerbang masuk untuk memahami wahyu-wahyu Allah dan hadits rasul-Nya. Umar bin Khattab pernah memerintahkan kepada seluruh kaum muslimin yang berada di daerah kekuasaannya untuk mempelajari ilmu hadits, faraidh (warisan) dan Nahwu (bahasa arab) sebagaimana mereka mempelajari Al-Qur’an.
Imam As Sya’bi berkata: ”Kedudukan nahwu dalam ilmu seperti fungsi garam dalam makanan.”

0 komentar: